Tembakau Virginia Flue Cured atau dikenal dengan tembakau FCV adalah tembakau kualitas dunia yang sangat diperlukan dalam industri rokok putih maupun rokok kretek. Tak heran bila tembakau FCV menjadi primadona atau andalan suatu negara bila bisa berhasil mengembangkan tembakau jenis ini. Disebut sebagai Flue Cured karena proses pengolahannya yang menggunakan aliran udara panas di dalam oven
(curing-barn) dan menghasilkan kerosok yang berwarna lemon atau orange.
Indonesia merupakan salah satu penghasil tembakau FCV terbesar di dunia setelah Zimbabwe dan China dan kualitas tembakau FCV di Indonesia mendapat peringkat kedua setelah Brazil. Budidaya tembakau FCV di Indonesia dikembangkan di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Pengembangan FCV di Indonesia tentunya mempunyai potensi yang sangat besar terutama pada masa seperti sekarang ini dimana kita harus menggenjot ekspor ke luar negeri melalui produk tembakau FCV ini. Namun saat ini, pengembangan tembakau FCV tidak seperti dulu, petani tembakau sudah mulai berkurang.
Kendala pengembangan tembakau Virginia FC di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Krisis Energi.
Untuk menciptakan tembakau dengan kualitas tinggi tentu membutuhkan biaya besar terutama bahan bakar dalam pengovenan tembakau FCV.
Untuk menciptakan tembakau dengan kualitas tinggi tentu membutuhkan biaya besar terutama bahan bakar dalam pengovenan tembakau FCV.
a. Minyak tanah.
Sebelum subsidi minyak tanah dicabut pemerintah pada tahun 2010, masyarakat Lombok menggunakan minyak tanah dalam pengovenan tembakau. Namun, saat ini petani Lombok kesulitan dalam mencari bahan bakar untuk oven tembakau.
b. Batu Bara
Tahun 2010, pemerintah mengusulkan kepada petani untuk menggunakan batu bara, namun kenyataan yang terjadi adalah kualitas batu bara yang diterima petani kurang bagus dan residu yang dihasilkan dari batu bara akan mempengaruhi kualitas tembakau. Selain itu, perlu biaya besar untuk modifikasi curing barn tembakau. Batu bara sudah ditinggalkan petani dalam pengovenan tembakau FCV. Pernah juga diuji coba menggunakan LPG, namun mengalami kegagalan karena suhu yang dihasilkan untuk standart pengovenan tembakau tidak bisa tercapai
c. Biomass
Saat ini petani tembakau menggunakan cangkang kemiri, kulit kelapa dan kayu bakar. Petani mulai "nyaman" menggunakan ini karena biaya murah dan mudah didapatkan karena banyak pengusaha yang mendatangkan cangkang kemiri dan kulit kelapa dari luar pulau. Untuk kayu bakar sangat bagus dipakai dalam pengovenan tembakau. Namun, bila hal ini dibiarkan maka pulau Lombok akan gundul dan parahnya kita akan kesulitan menemukan pohon di Lombok. Oleh sebab itu, pemerintah, pengusaha dan petani harus segera melakukan reforestation atau membuat hutan buatan secara berkesinambungan.
2. Kemitraan petani berkelanjutan.
Dalam pola kemitraan perusahaan bermitra dengan petani tembakau, sedangkan peran pemerintah sebagai fasilitator dan mediator. Kemitraan tersebut merupakan kerjasama yang saling menguntungkan dan saling memberdayakan antara para pihak yang bermitra. Kemitraan antara petani dan pengusaha seharusnya tidak hanya di tembakau saja, bisa dilanjutkan terus selama periode rotasi tanaman. Sebagai contoh, setelah tembakau, dilanjutkan dengan tanam padi atau jagung dan hasilnya bisa dijual ke perusahaan. Prinsip dasar kemitraan adalah kejujuran dan tanggung jawab agar kemitraan yang dibangun berkelanjutan. Kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa petani sudah diberikan penyuluhan dan kredit usaha dengan harapan hasil tembakaunya bisa dijual ke perusahaan mitra, tetapi hal itu tidak terjadi dan hasil tembakaunya tersebut dijual ke perusahaan lain yang bukan mitra. Bila hal ini terus terjadi maka kemitraan tidak akan berlangsung lama, perusahaan akan merugi dan petani akan kehilangan kepercayaan serta mata pencahariannya.
3. Pemurnian varietas Virginia FC.
Saat ini kita dihadapkan pada situasi dimana terjadi penurunan kualitas dan kuantitas tembakau FCV. Hal ini kemungkinan terjadi akibat kesalahan dalam menentukan varietas yang tepat dalam kondisi cuaca yang tak menentu seperti saat ini. Tembakau FCV adalah tembakau hibrid dimana benih FCV kita impor dan tembakau ditanam di Indonesia dengan iklim tropis. Kita tidak tahu apakah benih tersebut sesuai dengan iklim tropis kita, dan kemungkinan benih tercampur pada saat diterima, hal itu bisa saja terjadi. Oleh sebab itu, perlu penelitian terpadu agar tembakau yang dihasilkan sesuai dengan iklim tropis Indonesia baik itu kualitas maupun kuantitas tembakau.
4. Persaingan harga.
Harga tembakau adalah faktor penting dalam pengembangan tembakau Indonesia. Kendala yang kita hadapi saat ini adalah harga tembakau FCV Indonesia tidak kompetitif dengan harga diluar negeri. Biaya produksi tembakau di Lombok sudah terlalu tinggi sehingga menyebabkan harga tembakau menjadi mahal. Ditambah lagi dengan persaingan harga antar perusahaan tembakau mitra dan non mitra petani untuk memperoleh tembakau yang diinginkan. Bila hal ini terus dibiarkan maka tembakau andalan Indonesia FCV akan tinggal kenangan. Seperti halnya yang sudah terjadi pada tembakau Oriental di Indonesia, klik disini.
5. Peran serta dan dukungan dari Pemerintah.
Tembakau Virginia FC Indonesia merupakan salah satu tembakau yang paling banyak dicari di dunia dimana karakter tembakau FCV Indonesia tidak bisa digantikan oleh negara manapun. Hal ini ditandai dengan spotty side (bintik-bintik kecil pada daun) sebagai tanda tembakau telah masak sempurna dan kadar gula dalam daun tembakau juga tinggi. Dengan keunggulan karakter tembakau FCV Indonesia ini tentu saja bisa memacu ekspor Indonesia ke luar negeri dan tentu saja bisa menambah devisa negara dari pajak ekspor. Oleh sebab itu dukungan dari Pemerintah agar pengembangan tembakau FCV Indonesia bisa berhasil mencapai diatas 40.000 ton seperti dulu lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar